Pulang...

Saturday, May 3, 2014

“Kek, kita mau kemana?” tanya seorang cucu pada kakeknya saat turun dari sebuah bis
 “Kita mau ke sebuah tempat yang indah cu..” jawabnya
 “Dari sini kita ke arah mana?” tanyanya lagi
 “Kita nanti ke arah sana ” jawabnya sambil menunjuk ke suatu tempat
 Sang cucu hanya manggut-manggut mendengar jawaban kakeknya. Mereka pun berjalan ke sebuah tempat dimana ada banyak sekali tukang ojek mangkal. Kakek berbincang sesaat dengan tukang ojek kemudian melakukan tawar-menawar.
 “Ayo cu, naik”
 “Kek, kita mau pergi ke mana?” tanya sang cucu lagi
 “Kita mau ke sana” kakek menunjuk ke sebuah bukit
 “Ibu kenapa tidak ikut?”tanyanya
 “Ibumu nanti juga ke sini. Ayo naik”
 Sang kakek mengangkat cucunya yang masih usia 8 tahun itu ke atas motor. Kakek beserta cucu dan tukang ojek pun berangkat. Mereka melewati jalan tanah. Pada beberapa tempat sulit dilalui bahkan mereka harus turun karena motor tak sanggup menghadapi medan yang terjal.
 “Kek, masih jauh?”
 “Masih cu..”
 Menjelang petang kakek dan cucu tiba di sebuah rumah geribik di bawah bukit. Rumah yang tampak temaram sebab sinar matahari yang mulai menghilang. Dari dalam rumah itu hanya terlihat cahaya kecil yang menyusup dari celah dinding berbahan bambu itu.
 Kakek menggandeng cucunya ke depan pintu rumah. Kakek membuka pintu rumah dan menemukan sesosok wanita yang sedang menanak nasi di tungku dapur.
 “Nyai…” panggilnya
 Wanita yang dipanggil Nyai itu sontak mengalihkan pandangannya pada sang kakek. Ia segera bangun dan memeluk sang kakek. Dari sudut matanya menetes air mata.
 “Sudah... aku sudah pulang. Ini anaknya Danik” ujarnya sambil melihat ke arah bocah 8 tahun itu
 “Anik.. anik..?” tanya si nyai dengan logat gagunya
 Kakek hanya menggeleng. Nyai menghela nafas dan menggandeng kakek dan cucu ke tempat duduk yang terbuat dari bambu. Nyai lalu menyuguhkan makan malam yang sepertinya tak cukup untuk tiga orang.
 “Aku buatkan kopi saja” suruhnya pada nyai
 Nyai segera menurut dan bergegas menuruti perintah kakek. Selepas makan malam kakek meminta nyai untuk menemani cucunya mandi lalu tidur di kamar sebelah. Sementara kakek membawa kopi dan singkong rebus yang tersisa ke bale-bale depan rumah. Ia kemudian mengeluarkan batang terakhir di sakunya dan mulai menghisap cerutunya. Pandangannya menerawang lurus ke depan, telinganya sayup-sayup mendengar suara jangkrik yang biasa terdengar di pedesaan di malam hari.

 “Danik..” desahnya…
 Ia teringat kemarin malam ia masih bersama dengan putri tunggalnya di Jakarta, merasakan hiruk pikuk Jakarta dengan polusi dan kemacetannya. Ia mengenang minggu-minggu lalu saat ia duduk menengadahkan tangan di tepi jalan. Ia ingat betul bagaimana ia harus berlari saat pria-pria berseragam itu mengejarnya dan teman-temannya. Sejak hari ini ia meninggalkan semua itu, ia kembali ke tempat dimana ia datang.
 “Tak ada yang lebih indah daripada kampung halaman” pikirnya
 Masih berkelebat bayangan-bayangan kehidupannya di kota besar itu. Namun kini itu menjadi kisah dan perjalanan hidupnya. Ia kembali menghela nafas lalu menyesap kopinya dan menikmati hisapan cerutu terakhirnya.
 “Aku pulang….”


 Serang, 29042014

*catatan
Awalnya saya tidak berencana membuat cerpen ini. Saya hanya berfikir ingin membuat cerita pendek dengan lokasi dan waktu yang berbeda. Hingga hari itu menjelang tidur, sebelum mematikan laptop saya mengecek kembali semua email dan blog. Dan tiba-tiba saja ide cerita ini muncul di lembar tulis Kompasiana. Selanjutnya mengalirlah cerita ini dengan sendirinya. Rasanya, sangat puas bisa membuat sesuatu yang berbeda dari biasanya. Cerita yang idenya sederhana namun terasa indahnya. Next, saya akan mencoba membuat cerpen lagi dengan ide yang lebih menarik*

0 comments: