Pertama kali baca sinopsis novel ini di GPU, I know that this novel has a such of hard conflict. Topik yang diangkat berbeda dengan novel-novel metropop pada umumnya. Tetap ada kisah cinta di dalamnya tetapi ini dituangkan bersama dengan permasalahan utama atau inti dari cerita. Dan saya malah 'rasa metrop' nya agak kurang.Tidak seperti novel aliaZalea, Ilana Tan, dan Karla M Nashar banyak ditemukan taste of romantic scene nya. Novel karya Stephanie Zen ini menurut saya lebih mengedepankan konfliknya.
Bercerita tentang Adrianne Hanjaya, seorang penulis yang selalu membuat novel sesuai kisah pribadi, lengkap dengan nama tokoh pria yang sebenarnya. Kisah cinta yang berakhir buruk ia pergunakan sebagai ilham atas ketiga novelnya. Tak dinyana, seorang pria yang menjadi tokoh utama di novel Adrianne mengetahui hal tersebut dan merasa dirinya tersakiti. Ia pun melancarkan serangan pada Adrianne pada saat namanya sedang melambung dan tepat pada saat ia sedang jatuh cinta pada seorang pria bernama Danny.
Secara keseluruhan saya suka novel ini. Gaya berceritanya cukup baik dan terkesan natural. Penulisnya mengurai cerita begitu detail sehingga semuanya jelas dan tidak menggantung. Dari novel ini sayapun tahu alasan penulis tidak secara frontal menuliskan nama asli dari tokoh dalam novelnya meskipun cerita dalam novel itu berasal dari kisah pribadi. Beberapa quotes juga terselip di bagian-bagian tertentu dari novel ini. Memang sih, saya kurang merasakan hal-hal romantis antara Adrianne dengan Danny sebab main idea dari novel ini lebih ke Adrianne yang menghadapi permasalahan akibat penyalahgunaan nama tokoh dalam novel. Ada beberapa bagian dimana Danny dan Adrianne terlibat pembicaraan dan adegan berdua. Tapi saya merasa bagian tersebut dibuat singkat tapi bermakna. Yup, intinya novel ini tidak semata-mata berpusat pada kisah cinta Adrianne dan Danny :)
Every author have their own character in their masterpiece. Setiap penulis punya cara penyampaian cerita yang berbeda-beda. aliAzalea lebih banyak berkisah dengan memusatkan ceritanya pada dua tokoh utamanya lengkap dengan detail momen antara kedua tokohnya. Ilana Tan lebih banyak berkisah dengan bagian-bagian yang chick, romantis, dan mengaduk-aduk perasaan (that's why her novels reach a big hits on book stores). Karla M Nashar bercerita dengan gaya penceritaan yang moving fast tanpa meninggalkan bagian-bagian terpenting dari kisahnya. Dan Sthepanie Zen lebih mengangkat topik utama/ main problem untuk dapat menuntaskan ceritanya (saya merasakan sekali dari awal konflik, puncak konflik, lalu penurunan atau penyelesaian).
Well, mungkin ini adalah pendapat pribadi saya. I guess I'll find another view of the author in the other novels. Mereka mungkin akan menggunakan cara yang berbeda ketika menulis di novel yang berbeda tanpa meninggalkan ciri khasnya. Salam.
0 comments:
Post a Comment