Beberapa kali Sofie datang ke klinik untuk mengecek tumor yang ukurannya kian membesar. Tak berapa lama tumor itu akhirnya pecah dan membuat luka terbuka yang lebar. Darah banyak keluar dari bagian tengah tumor. Terapi yang pilih oleh dokter adalah secara simptomatis. Sofie diberikan antibiotik, vitamin, anti peradangan (dalam hal ini di pakai (r)Ponstan) bahkan sang pemilik disarankan untuk mencari obat tumor untuk manusia (TNF). Hingga akhirnya kemarin sore, kondisi Sofie memburuk. Darah terus mengucur dari bagian tumor yang pecah. Sepanjang jalan dari rumah menuju klinik Sofie terus menerus muntah dan ia tampak tidak bergairah lagi. Akhirnya tepat pukul 09.45 obat untuk euthanasi dimasukkan via intravena. Dan Sofie akhirnya rest in peace.
Dalam hal ini saya tidak akan mengomentari banyak tentang keputusan pemilik karena kasus ini adalah hal yang berat. Bak buah simalakama, jika dibiarkan Sofie akan menderita namun jika diberi pengobatan tidak memberikan jaminan kondisi Sofie akan membaik. Satu hal yang saya lebih concern adalah dari pendiagnosaan - terapi.
Tumor yang diderita Sofie adalah Mast Cell Tumour yang memiliki 4 grade. Untuk mengetahui posisi grade hanya bisa dilakukan dengan biopsi dan pengujian laboratorium. Sangat disayangkan, pada kasus Sofie kedua hal tersebut tidak dilakukan. Padahal, menurut teori yang ada, jika tumor tersebut malignan maka akan sangat berbahaya jika dilakukan pengangkatan. Pasca operasi jelas kondisi hewan akan menurun, disamping itu bagian yang diambil akan mengalami pembengkakan. Ingat, bahwa ukuran mast cell tumor itu bergantung pada tingkat keradangan. Semakin banyak hal yang menimbulkan keradangan maka mast cell akan makin aktif untuk mengeluarkan material keradangannya seperti histamin, proteolytic enzim, heparin, dsb. Saya menduga tumor yang ada pada Sofie termasuk tumor ganas atau malignan sebab pasca operasi muncul tumor yang lain.
Terapi yang diberikan untuk Sofie sebenarnya sudah sesuai pada jalurnya yakni antibiotik, vitamin, juga anti inflamasi. Namun ada satu hal yang saya cermati dari obat anti keradangan dimana terakhir yang diberikan adalah ponstan. Ponstan adalah antiinflamasi dengan kandungan asam mefenamat. Dan asam mefenamat bekerja dengan cara menghambat mediator radang prostaglandin melalui enzim siklooksigenase. Memang, sel mast banyak mengandung granul-granul mediator radang termasuk prostaglandin. Namun utamanya adalah histamin, prostaglandin hanya bersifat meningkatkan keradangan artinya hanya bekerja potesial jika bersama zat lain. Pemberian ponstan pada kasus ini sepertinya kurang membantu karena memang yang paling tepat adalah pemberian kortikosteroid.
Kortikosteroid disinyalir mampu menghambat pembebasan asam arakidonat yang mengakibatkan terhambatnya sintesis prostaglandin dan leukotrien. Selain itu juga menghambat PAF
, tumor nekrosis faktor (TNF) clan interleukin-1 (IL-1). Memang pemberian steroid akan mendepres sistem kekebalan tubuh namun setidaknya keradangan dan pembengkakan tumor dapat berkurang. Jenis kortikosteroid yang bisa diberikan seperti prednisolone atau dexamethasone. Selain steroid, obat lain yang bisa diberikan untuk mengurangi keradangan dengan menghambat reseptor H1 dan H2, yaitu antihistamin. Ranitidine, cimetidine, dipenhidramin bisa digunakan untuk kasus ini. Namun sayangnya, tak ada satupun dari ketiganya yang diberikan. Dan ketika saya tanyakan hal tersebut kepada senior, tak ada jawaban yang memuaskan yang bisa menjelaskan hal itu.
Saat-saat terakhir Sofie diceritakan pemilik muntah berkali-kali. Dan, sebuah ucapan sampai di telinga saya, "Apa ada hubungannya tumor dengan muntah?" Hmmm, untuk kasus ini sepertinya ada banyak celah yang bisa di analisa. Hal yang perlu diingat adalah histamin. Pada tumor sel mast, histamin bisa keluar jika ada reaksi hipersensitifitas, alergi, ataupun keradangan lainnya. Dan jika tumor sudah bermetastasis ke saluran pencernaan akan menimbulkan ulcer baik di lambung maupun di usus. Ulcer di lambung akan menyebabkan keluarnya histamin dan hal tersebut akan memicu terjadinya muntah.
Ada satu hal lagi yang mungkin saja bisa menjadi penyebab muntah, yaitu ponstan. Obat yang bersifat non steroid ini memang banyak menimbulkan gangguan pada lambung. Asam mefenamat dan juga non steroid lainnya bekerja dengan menghambat prostaglandin melalui enzim siklooksigenase. Namun enzim siklooksigenase ada dua macam, COX 1 adalah enzim yang membantu pembentukan prostaglandin untuk sistem normal dalam tubuh termasuk perlindungan terhadap mukosa lambung. Sementara COX 2 hanya muncul ketika terjadi suatu keradangan. Obat non steroid bekerja menghambat prostaglandin baik terhadap COX 1 dan 2. ketidakselektifannya inilah yang akhirnya menyebabkan kerja perlindungan mucosa lambung terganggu. Akibatnya histamin lambung meningkat dan akhirnya muntah.
Obat terakhir yang ada baiknya diberikan adalah vincristine. Ini adalah obat yang banyak diberikan pada kasus tumor seperti venereal tumor ataupun herpesvirus. Menurut Merck Veterinary Manual, pemberian vincristine dan vinblastin sangat membantu untuk mast cell tumor. Saya rasa untuk di Indonesia tidak sulit untuk mendapatkan obat ini. Dan lagi-lagi saya harus bertanya-tanya, mengapa obat ini tidak diberikan? apakah terlalu mahal? atau ada alasan lain yang menyebabkan obat ini tidak menjadi pilihan?
Sofie saat ini sudah berpulang, namun kasusnya menyimpan banyak pembelajaran terutama untuk saya. Saya sendiri melihat berbagai terapi yang diberikan termasuk bagaimana cara pengangkatan tumornya. Euthanasi adalah jalan terbaik untuk Sofie agar penderitaannya berkurang, Kasus mast cell tumor di klinik cukup banyak. Masih ada 3 kasus lagi yang serupa dengan Sofie. Dan mudah-mudahan kesemuanya bisa tertangani dengan baik tanpa mengulangi kesalahan yang sama.