Orang berkata, “Langit selalu berduka dan mendung” tapi aku berkata, “Tersenyumlah, cukuplah duka cita di langit sana” Orang berkata, “Masa muda telah berlalu dariku” tapi aku berkata, “Tersenyumlah, bersedih menyesali masa muda takkan pernah mengembalikannya” Orang berkata, “Langitku yang ada dalam jiwa telah membuatku merana dan berduka. Janji-janji telah mengkhianatiku ketika kalbu telah menguasainya. Bagaimana mungkin jiwaku sanggup mengembangkan senyum manisnya.” maka akupun berkata, “Tersenyumlah dan berdendanglah, kala kau membandingkan, semua umurmu kan habis untuk merasakan sakitnya.” Orang berkata, “Perdagangan selalu penuh dengan intrik dan penipuan. Ia laksana musafir yang akan mati karena terserang rasa haus” tapi aku berkata, “Tetaplah tersenyum, karena engkau akan mendapat penangkal dahagamu. Cukuplah engkau tersenyum, karena mungkin hausmu akan sembuh dengan sendirinya. Maka mengapa engkau harus bersedih dengan dosa dan kesusahan orang lain, apalagi sampai engkau seolah-olah yang melakukan dosa dan kesalahan itu?” Orang berkata, “Sekian hari raya telah tampak tanda-tandanya seakan memerintahkanku membeli pakaian dan boneka-boneka. Sedangkan aku punya kewajiban bagi teman-teman dan saudara, namun telapak tanganku tak memegang walaupun hanya satu dirham adanya” kukatakan, “Tersenyumlah, cukuplah bagi dirimu karena Anda masih hidup, dan engkau tidak kehilangan saudara-saudara dan kerabat yang kaucintai” Orang berkata, “Malam memberiku minuman 'al qamah' “ Tersenyumlah, walaupun kau makan buah al qamah mungkin saja orang lain yang melihatmu berdendang akan membuang semua kesedihan. Berdendanglah, apa kau kira dengan cemberut akan memperoleh dirham atau kau merugi karena menampakkan wajah berseri? Saudaraku, tak membahayakan bibirmu jika engkau mencium juga tak membahayakan jika wajahmu tampak indah berseri. Tertawalah, sebab meteor-meteor langit juga tertawa. Mendung tertawa, karenanya kami mencintai bintang-bintang Orang berkata, “Wajah berseri tidak membuat dunia bahagia, datang ke dunia dan pergi dengan gumpalah darah” kukatakan, “Tersenyumlah, selama antara kau dan kematian ada jarak sejengkal, setelah itu engkau tidak akan pernah tersenyum”
by Elia Abu Madhi